Di antara Doa
Dengan perasaan menggebu-gebu, mereka berlarian memasuki
pondok tempat kami saling menuntut ilmu. Pondok itu biasanya digunakan untuk
teman-teman sekomplekku belajar mengaji.
Aku terdiam, masih menatap mereka yang tersenyum senang
tatkala seorang perempuan berjilbab panjang duduk dengan anggun di hadapan
mereka.
"Assallamualaykum warrahmatullahi wabarakatuh."
Suaranya lembut, menerpa gendang telinga dengan kedamaian. Siapa saja akan
merasakan ketenangan di hatinya ketika mendengar suara perempuan itu.
Aku tidak tahu, apa yang kulakukan di sini. Menatap mereka
dari kejauhan hanya karena ibu yang menyuruh. Aku masih menatap mereka dalam
diam, mendengar setiap lantunan Al-Qur'an yang keluar. Tatkala sholawat
berkumandang, aku terdiam. Lagi-lagi merasakan gemetar di sudut terkecil yang
aku rasakan.
Ibu selalu menyuruhku untuk belajar mengaji, belajar ini
dan itu namun lagi-lagi aku mengabaikannya. Aku tidak tahu, belenggu apa yang
membuat diriku enggan untuk belajar seperti yang ibu mau.
"Ayna, kamu ngapain duduk di sini?" Aku
terperanjat ketika mendapati ibu yang berdiri menjulang di hadapanku.
Mati sudah! Pasti ibu akan menceramahiku dengan
wejangan-wejangan khas emak-emak. Ibu terlihat melotot, ketika mendapati diriku
yang masih memakai piyama tidur.
"Kamu nggak ngaji?" Tanyanya sekali lagi. Aku
masih terdiam, enggan untuk menjawab. Ini memang kesalahanku yang selalu ingkar
untuk melaksanakan perintahnya.
Perintah ibu saja selalu aku lupakan, apalagi perintah
Allah. Ya Tuhan... begitu buruknya diriku ini. Aku terus menunduk dan entah
kenapa, perasaan kecewa yang ibu alami bisa aku rasakan tanpa dia
mengungkapkannya.
"Ay, tidakkah ibu pernah berpesan, jika kamu ingin
bertemu dengan-Nya bahkan jika kamu ingin bertemu dengan Baginda Rasulullah,
maka lakukanlah kewajibanmu sebagai seorang muslim."
Aku tahu, bahkan sangat tahu. Tetapi lagi-lagi belenggu
ketidakpercayaan itu mengikat, membuat diriku enggan untuk melangkah. Bagaimana
bisa aku akan mengenal-Nya, jika aku saja enggan untuk berjalan kepada-Nya?
Pernah suatu ketika, aku tidak memercayai bahwa Tuhan itu
ada dengan segala janji-janji-Nya. Aku begitu nyaman dengan hidup yang aku
jalani setiap saat. Bisa bersekolah dengan nyaman, bertemu banyak orang,
berkenalan dengan teman-teman sebaya dan menikmati masa muda dengan segala
kebahagiaan. Tetapi semua itu tidak cukup. Ada kehampaan di dalamnya.
Tetapi, setiap kali ibu menyuruhku untuk beribadah, aku
akan terdiam dan malas untuk melakukannya. Namun terkadang aku mengintip dari
balik pintu, apa saja yang selalu ibu lakukan.
Aku terdiam.
Bukan menyanggah setiap kali apa yang ibu bicarakan. Ini terakhir kalinya aku
melihat tatapan ibu yang menyiratkan keputus asaannya. Pernahkah kalian
berpikir, bahwa pasti seorang ibu menginginkan anaknya berada di jalan menuju
penghambaan kepada-Nya?
Malam itu,
di pukul 03.00 pagi atau yang biasa aku dengar bahwa itu adalah waktu sepertiga
malam. Di mana setiap keheningan akan mendatangkan kedamaian, di saat
orang-orang terlelap kita bisa mencari sebuah jawaban. Aku tiba-tiba terbangun
karena mendengar sebuah bisikan, sebuah seruan untuk diriku meski tidak bisa
dipahami apa maksudnya. Aku terdiam cukup lama di atas tempat tidur, memandang
langit-langit kamar yang terlihat gelap.
Aku turun
dari tempat tidur, menuju kamar mandi. Membasuh wajah sebentar lalu mengambil
wudhu. Setelah selesai, aku mengambil dan memakai mukenah, menggelar sajdah dan
terdiam sejenak.
Tahajud!
Sebuah seruan dari hati yang tiba-tiba aku lakukan. Malm itu,
setelah sekian purnama aku tidak menggerakkan tubuh untuk sholat, aku akhirnya
melakukan hal tersebut. Sholat malam dan mencari sebuah jawaban.
Di atas
sajdah aku meminta dan mencarinya, melewati deretan doa dan pertanyaan. Setiap gelenyar yang terlewati
membuat diriku bungkam. Perasaan tenang itu datang, seperti ada pelukan yang
tak kasat mata. Aku merasakan perasaan sakit yang teramat dalam, setiap kali
ingatan akan dosa tiada habisnya. Aku mengakui, bahwa perasaan hampa ini
datang ketika aku semakin jauh dari Rabb-ku.
“(Apakah kamu
orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu
malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (Azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, ‘Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sebenarnya hanya orang
yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar:9)
Masya ALLAH..
BalasHapusMasya allah...keren blog-nya kakak. Jangan lupa mampir balik kakak. salam sesama blogger
BalasHapus